Saya bermarga Nainggolan, itu berarti saya adalah
seorang Batak. Dan orang Batak terkenal sangat kuat sekali memegang budaya yang
turun temurun dari Nenek Moyang terdahulunya. Terlebih mengenai Tarombo
(silsilah), orang Batak diwajibkan mengenal Tarombonya sendiri, siapa dan
darimana dia berasal. Mengenai itu masing-masing orang Batak akan
mempelajarinya melalui keterangan orangtuanya atau bertanya kepada Raja Adat
yang ada di lingkungannya sendiri.
Maka disini saya sedikit membagikan dari apa yang
saya ketahui dan kumpulkan. Semoga saudara semarga yang lainnya dapat menambah
wawasan mengenai Tarombo. Atau juga saudara yang berlainan marga boleh juga
mampir ke artikel saya ini sekedar menambah wawasan. Lagi pula siapa tahu
pendamping hidupnya nanti adalah keturunan Si Raja Lontung.
Oke, silakan disimak, selamat membaca.
Saya mulai dari Si RAJA
BATAK (Orang Batak Pertama).
Anak dari si RAJA BATAK ada dua yakni Guru Tatea
Bulan dan Raja Sumba (Isumbaon). Guru Tatea Bulan mempunyai lima putra dan
empat putri:
1. Raja Biak-biak (putra)
2. Tuan Saribu Raja (putra)
3. Siboru pareme (putri)
4. Limbong Mulana (putra)
5. Siboru Paromas (putri)
6. Sagala Raja (putra)
7. Siboru Biding Laut (putri)
8. Malau Raja (putra)
9. Nan Tinjo (putri)
Kisahnya adalah sebagai berikut:
Tuan Saribu Raja tumbuh menjadi dewasa, demikian
pula adik perempuanya (ibotona) Siboru Pareme.
Langkanya manusia, terisolasinya tempat tinggal,
naluri dan dorongan alamiah saat beranjak dewasa yang terjadi pada diri mereka
membuat mereka lepas kendali. Hubungan gelap di antara mereka akhirnya membawa
buah. Siboru pareme hamil. Rahasia yang selama ini dipendam kini terkuak.
Incest sedemikian jelas merupakan pelanggaran serius. Adat dan aturan
sepatutnya menetapkan hukuman mati bagi mereka berdua. Namun karena sedang
dalam keadaan hamil, Siboru Pareme tidak boleh dibunuh. Saudara-saudaranya
memilih membuang Siboru Pareme ke sebuah hutan di atas Sabulan Sekrang, satu
daerah yang dianggap sebagai sarang habitat harimau (hasar ni babiat). Biarlah
harimau itu saja yang membunuhnya, kalau bukan karena kelaparan dan deritanya sendiri.
Begitulah pikiran Limbong Mulana dan adik-adiknya terhadap Siboru Pareme.
Sedangkan Tuan Saribu Raja di buang ke arah Dolok Imun sana.
Singkat cerita, Siboru Pareme suatu ketika menolong
seekor Harimau (Babiat/Ompui) yang datang menghampirinya membawa deritanya dimana
sebongkah tulang tertancap di kerongkongannya. Siboru Pareme iba dan
memberanikan diri menolong mengeluarkan bongkahan tulang dari rahang si Harimau
dan sejak saat itu timbullah persahabatan di antara mereka (Sehingga muncul
mitos yang mengatakan bahwa semua keturunan Siboru Pareme tidak akan pernah
dimakan harimau, karena ada Babiat Setelpang yang akan menolongnya). Semua
proses persalinan dialami sendiri oleh Siboru Pareme, juga dibantu sebisanya
oleh Harimau tadi, lalu lahirlah seorang laki-laki dan diberi nama
"Raja Lontung".
Singkat cerita, Si Raja Lontung akhirnya beranjak
dewasa, dan Siboru Pareme yakin dan tahu bahwa Si Raja Lontung tidak akan dapat
menemukan seorang perempuan untuk dijadikan isterinya mengingat terisolirnya
mereka saat itu, risaulah Siboru Pareme kalau anaknya akan mati lajang tanpa
keturunan. Lalu suatu siasat pun dikembangkan dalam kerahasiaan pribadi yang
amat sangat matang didalam hati Siboru Pareme. Sebenarnya ingin sekali Ia
menjodohkan anaknya itu dengan putri salah satu Tulangnya, tapi itu tidaklah
mungkin mengingat Tulang Si Raja Lontung (Saudara laki laki Siboru Pareme)
sudah sangat membencinya dan mengusirnya ke tombak longo longo (hutan rimba).
Pada suatu saat yang baik Siboru Pareme bicara
dan menyerahkan cincinnya pada Si Raja Lontung dengan sambil berpesan:
"Nak, pergilah ke Pancur (air mancur) yang
ada di tepian kejauhan sana. Tunggulah disana hingga Pariban-mu (Putri Tulang)
turun mengambil air. Dia mirip sekali denganku hingga sulit dibedakan. Maka
pasangkan cincin ini pada jarinya dan lihat pasti akan cocok dijarinya. Bila
hal itu terjadi maka bujuklah dia menjadi isterimu, sementara aku akan pergi
mencari Ayahmu ke arah hutan sana" katanya sambil menunjuk kearah yang
berlawanan. Selanjutnya Siboru pareme menerangkan jalan berliku menuju Pancur
yang harus ditempuh anaknya itu. Ia sengaja menunjukkan jalan yang berputar dan
jauh berliku agar Ia dapat menyiasati untuk bisa sampai di Pancur terlebih
dahulu.
Maka Si Raja Lontung pun berangkat menapaki jalan
berliku mengikuti arah seperti yang telah ditunjuk oleh ibunya. Sementara itu
si Boru Pareme pun bersiap dan kemudian berangkat ke tepian pancur yang sama.
Dia mengambil jalan pintas agar dapat mendahului anaknya. Setibanya di pancur
dia pun mendandani dirinya sedemikian rupa hingga tampak berbeda dan lebih
muda.
Lalu sampailah Si Raja Lontung ke pancur itu.
Setelah menunggu beberapa saat Si Raja Lontung sangat terkejut melihat seorang
perempuan yang sangat mirip sekali dengan ibunya (yang memang sebenarnya adalah
ibunya) turun ke tepian untuk mengambil air. Benar juga kata ibuku Paribanku
ini mirip sekali dengannya begitu gumamnya. Satu acara perkenalan pun terjadi.
"Horas ito, ai hamu do tahe boru ni
Tulangi?" (Horas ito, benarkah kau adalah putri Tulangku?) sambil
menunjukkan cincin dan memasangkannya di jari Siboru Pareme. Singkat cerita
mereka pun kian dekat dan akhirnya menikah. Si Raja Lontung kerap menanyakan
keadaan Mertuanya, namun Siboru Pareme selalu berdalih bahwa mereka sudah
tiada. Maka berlanjutlah terus kehidupan incest mereka berdua tanpa ada satu
orangpun yang tahu. Jadilah Si Raja Lontung Oedipus-nya orang Batak. Bagi
siboru Pareme ini merupakan kawin sumbang yang kedua. Penyamaran dan lakon
Siboru Pareme sedemikian sempurnanya hingga kecurigaan Si Raja Lontung tak
pernah berkembang dan dia tak pernah tau bahwa dia telah memperistri ibunya
sendiri.
Si Raja Lontung bersama Siboru Pareme akhirnya
mempunyai tujuh putra dan dua putri:
1. Ompu Tuan Situmorang (putra)
2. Sinaga Raja (putra)
3. Pandiangan (putra)
4. Nainggolan (putra)
5. Simatupang (putra)
6. Aritonang (putra)
7. Siregar (putra)
8. Siboru Amak Pandan (putri) dan
9. Siboru Panggabean (putri)
Kedua putri ini kawin dengan Simamora dan
Sihombing Z(Pada jaman dulu itu masih nama belum Marga). Namun kedua boru ini
lebih lazim dipanggil "Sihombing-Simamora" Ketujuh putra ini kemudian
menurunkan namanya kepada anak-anaknya untuk dijadikan Marga. Itu bermaksud
agar kelak tidak terjadi lagi incest diantara para keturunannya. Namun sayang
hal itu sudah mulai pudar saat ini. Sudah banyak bukti yang terjadi. Sudah ada
Batuara yang menikah dengan Hutabalian dimana sebenarnya keduanya adalah sama
sama Nainggolan. Dan masih banyak yang lainnya. Satu hal yang unik ialah bahwa
ketujuh marga Lontung ini tidak merasa puas bila tidak menyertakan kedua
saudarinya (Simamora-Sihombing) itu dalam bilangan dan kelompok mereka. Nah
inilah cikal bakal muncul sebutan:
"Lontung Sisia Sada Ina Pasia Boruna
Sihombing - Simamora".
Demikian sedikit dari pengetahuan saya, itu saya
konsepkan melalui pembicaraan bersama akka Natua-tua di lapo ni si Sotul. Bila
ada kekurangan atau kelebihan yang terkesan melebih-lebihkan atau bahkan ada
versi yang mungkin berbeda dari Saudaraku yang lain mohon menambahkan saran
atau mengkoreksi kembali pengetahuan saya tersebut diatas di halaman komentar
di bawah ini.
Mauliate godang ate.
Habang ma ninna darapati tu hau na lapuk.
Molo pe adong na hurang na lobi dihataki unang
adong na muruk.
Horaass!!!